Sabtu, 02 Februari 2013

Teori Pemisahan Kekuasaan Negara


John Locke adalah orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government” (1660). Ia membagi kekuasaan negara menjadi tiga bidang sebagai berikut:
1.    Legislatif: kekuasaan untuk membuat undang-undang;
2.    Eksekutif: kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang;
3.    Federatif: kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.
Diilhami pemikiran John Locke, setengah abad kemudian Montesquieu - seorang pengarang, filsuf asal Prancis menulis buku “L’Esprit des Lois” (Jenewa, 1748). Di dalamnya ia menulis tentang sistem pemisahan kekuasaan yang berlaku di Inggris:
1.    Legislatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat (parlemen);
2.    Eksekutif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh pemerintah;
3.    Yudikatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan peradilan (Mahkamah Agung dan pengadilan di bawahnya).
Isi ajaran Montesquieu berpangkal pada pemisahan kekuasaan negara (separation of powers) yang terkenal dengan istilah “Trias Politica”. Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah untuk membendung kesewenang-wenangan raja.
Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif) harus dipegang oleh badan yang berhak khusus untuk itu. Dalam negara demokratis, kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang itu sepantasnya dipegang oleh badan perwakilan rakyat. Sedangkan kekuasaan melaksanakan undang-undang harus dipegang oleh badan lain, yaitu badan eksekutif. Dan kekuasaan yudikatif (kekuasaan yustisi, kehakiman) adalah kekuasaan yang berkewajiban memertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan oleh badan legislatif dan dilaksanakan oleh badan eksekutif.
Walaupun para hakim pada umumnya diangkat oleh kepala negara (eksekutif), mereka berkedudukan istimewa, tidak diperintah oleh kepala negara yang mengangkatnya dan bahkan berhak menghukum kepala negara jika melakukan pelanggaran hukum. Inilah perbedaan mendasar pandangan Montesquieu dan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif ke dalam kekuasasan eksekutif. Montesquieu memandang badan peradilan sebagai kekuasaan independen. Kekuasaan federatif menurut pembagian John Locke justru dimasukkan Montesquieu sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif.

Pemisahan atau Pembagian Kekuasaan?

Pemisahan kekuasaan dalam arti material adalah pemisahan kekuasaan yang dipertahankan dengan jelas dalam tugas-tugas kenegaraan di bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan pemisahan dalam arti formal adalah pembagian kekuasaan yang tidak dipertahankan secara tegas. Prof.Dr. Ismail Suny, SH, MCL dalam bukunya “Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” berkesimpulan bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material sepantasnya disebut separation of powers (pemisahan kekuasaan), sedangkan pemisahan kekuasaan dalam arti formal sebaiknya disebut division of powers (pembagian kekuasaan). Suny juga berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material hanya terdapat di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris dan negara-negara Eropa Barat umumnya berlaku pemisahan kekuasaan dalam arti formal. Meskipun demikian, alat-alat perlengkapan negara tetap dapat dibedakan. Apabila dalam sistem Republik rakyat di negara-negara Eropa Timur dan Tengah sama sekali menolak prinsip pemisahan kekuasaan, maka UUD 1945 membagi perihal kekuasaan negara itu dalam alat-alat perlengkapan negara yang memegang ketiga kekuasaan itu tanpa menekankan pemisahannya